INFORMASI :

SELAMAT DATANG DI WEBSITE DESA JATILUHUR KECAMATAN ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN PROPINSI JAWA TENGAH

Jejak Perang Pangeran Diponegoro di Desa Jatiluhur

Jejak Perang Pangeran Diponegoro di Desa Jatiluhur

Berdasarkan cerita sejarah dari para  sesepuh dahulu dan dikuatkan oleh  tokoh masyarakat setempat, bahwa di daerah Margolunyu terdapat benteng/ pos pertahanan sebagai tempat persembunyian Pangeran Diponegoro dan pasukannya di wilayah barat. Tujuan didirikannya pos pertahanan ini untuk menghadang bantuan pasukan Belanda dari Batavia (Jakarta) yang melalui Banyumas, sehingga setiap ada gerakan atau pasukan Belanda yang melewati daerah tersebut dapat dihadang dan ditumpas. Hal ini tentunya mengurangi kekuatan pihak Belanda di wilayah Kedu, JawaTengah.

Konon cerita, benteng ini tidak mampu ditembus oleh pandangan mata manusia biasa karena dilindungi oleh tabir ghaib. Tabir ghaib ini dibuat oleh Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya. Jika diteropong oleh pasukan Belanda, tempat tersebut hanya terlihat seperti kabut asap yang berwarna putih.  Sampai sekarang, masih dipercaya bahwa benteng itu masih ada. Termasuk harta dan persenjataan Pangeran Diponegoro beserta pasukannya, tersimpan di dalam benteng yang tertutup tabir ghaib tersebut. Menurut tuturan sesepuh desa, benteng ini hanya bisa dilihat oleh orang yang mempunyai kemampuan khusus olah batin yang kuat.

Selain itu, di daerah Margolunyu ada bukit yang bernama Hanggaraksa. Di sekitar bukit tersebut ada tempat yang dinamakan Gubed. Konon cerita, di bukit Gubed pernah terjadi pertempuran antara Pangeran Diponegoro dengan pasukan Belanda. Pangeran Diponegoro menggunakan taktik Supit Urang atau Tapal Kuda dalam pertempuran tersebut. Pasukan Diponegoro membagi pasukannya membentuk Supit Urang (capit udang). Saat pasukan Belanda melewati daerah tersebut, pasukan Diponegoro akan melilit (nggubed, dalam bahasa Jawa) dan mengepung pasukan Belanda sampai tidak bisa berkutik. Sampai saat ini, masyarakat sekitar menyebut tempat terjadinya pertempuran itu dengan nama Gubed.

Pangeran Diponegoro dalam menumpas pasukan Belanda juga menggunakan sistem tameng alam. Memanfaatkan hujan dan kontur wilayah Margolunyu yang berbukit bukit dengan struktur tanahnya yang licin dari tanah liat.  Pada posisi ini Pangeran  Diponegiro diuntungkan karena berada di wilayah yang lebih tinggi. Saat hujan daerah tersebut licin, sehingga saat ada pasukan Belanda yang melewati wilayah tersebut pasukan Pangeran Diponegoro akan lebih mudah dalam memenangkan pertempuran. 

Tanah yang licin bercampur air hujan, ditambah merah darah yang mengalir dari para pasukan pangeran Diponegoro dan pasukan Belanda semakin membuat wilayah tersebut licin. Genangan air di atas tanah liat dan tumpahan darah dari para prajurit yang berada di lokasi pertempuran  tersebut, menjadi asal usul pemberian nama Margolunyu. Dalam bahasa Jawa margo artinya jalan, lunyu artinya licin. Margolunyu berarti jalan yang licin.

Bagikan :

Tambahkan Komentar Ke Twitter